Sejarah Tari Kretek
Kota kretek merupakan ikon kudus,
satu wilayah kecil di jawa tengah yang terkenal dengan produksi rokoknya. Bukan
hanya karena saat ini banyak pabrik rokok, tapi juga karena di wilayah itulah
pertama kali didirikan perusahaan rokok oleh Noto Semito dengan label “bal tiga”.
Atas dasar itulah maka diciptakan berbagai
hal seputar kretek, salah satunya adalah tari kretek.
Asal muasal terciptanya tari kretek adalah
tidak lepas dari dibangunnya meseum kretek kudus pada tahun 1987 atas inisiatif
bapak gubernur jawa tengah supadjo
rustam ketika berkuasa. Pada saat peresmian museum kretek, beliau
menginginkan adanya suguhan tarian khas kudus sebagai salah satu bentuk
identitas Kota kudus. Tanggap akan permintaan tersebut, Bapak dwi jaswono yang menjabat sebagai kasi kebudayaan pada masa itu meminta Ibu Endang yang merupakan seorang
koreografer untuk menciptakan gerakan tari kretek. Awalnya tarian yang
diciptakan diberi nama tari mbathil yang selanjutnya
berkembang dengan sebutan tari kretek.
Sebagaimana tari tradisional lainnya, Tari
kretek bukanlah garakan yang asal-asalan, tari tersebut juga memiliki nilai
filosofis. Dari pakaian yang dikenakan, berupa kebaya anggun dengan
selendang bergaris berwarna hitam dengan topi lebar, menggambarkan kesejahteraan
warga kudus dari dulu hingga sekarang karena adanya imbas dari industri rokok.
Sedangkan gerakannya merupakan gambaran dari proses pembuatan rokok, mulai dari
pemilihan tembakau sampai sudah berupa lintingan, hingga rokok tersebut siap
untuk dipasarkan.
Namun kurangnya minat masyarakat kudus
terhadap tarian ini membuatnya sulit berkembang sehingga masyarakat kudus
sendiri maupun di luar kota jenang tersebut jarang yang tahu bahwa di kudus
memiliki tarian tradisional yang menggambarkan situasi sosial masyarakat kudus
pada umumnya. Terutama generasi muda yang seharusnya memegang tongkat estafet
akan kearifan lokal ini, ternyata lebih suka dengan kebudayaan moderen.
Kurangnya pementasan tari ini juga semakin
membuat lenggokan tari kretek kian tidak populer. Hal ini tidak lepas dari
minimnya perhatian pemerintah daerah (Pemda), khususnya dinas kebudayaan
setempat yang jarang sekali memfasilitasi dalam mengadakan pertunjukan.
Selama
ini pementasan tari kretek hanya pada acara khusus saja. Semisal pada waktu
musyawarah nasional (munas) III FSPR TMM (federasi serikat pekerja rokok
tembakau, makanan, dan minuman) pada bulan juli 2005 di kudus, serta parade
seni dan budaya dalam rangka memperingati hari jadi jawa tengah pada bulan
agustus 2008. Pemkab kudus belum pernah mangadakan pertunjukan tunggal untuk
tari kretek. Promosi di media masa, khususnya internet juga sangat minim.
Inilah
saatnya Pemkab kudus memperhatikan hasil budaya tersebut. Sehingga akan
mempertegas identitas kudus sebagai “kota
kretek”.
1 komentar:
lumayan bagus nda
Posting Komentar